Rabu, 04 November 2009

Problem Peningkatan Mutu Madrasah

Masyarakat Indonesia tidak sedikit yang lebih mempercayai lembaga pendidikan madrasah daripada sekolah umum. Departemen Agama mencatat bahwa jumlah lembaga pendidikan madrasah tidak kurang dari 18 % dari seluruh lembaga pendidikan di Indonesia. Pada umumnya, (95%) madrasah berstatus swasta. Hanya sebagian kecil yang berstatus negeri. Lembaga pendidikan Islam ini diminati oleh masyarakat yang menghendaki para putra-putrinya memperoleh pendidikan agama yang cukup sekaligus pendidikan umum yang memadai.
Masyarakat peminat madrasah sadar bahwa ukuran keberhasilan pendidikan pada umumnya dilihat dari perolehan nilai Ujian Nasional (UN) atau tatkala telah lulus diterima oleh lembaga pendidikan jenjang berikutnya. Tetapi, pandangan seperti ini tidak selalu dipegangi. Sekalipun nilai UN yang diperoleh rendah yang berakibat sulit mendapatkan lembaga pendidikan berkualitas berikutnya, tidak selalu dirasakan sebagai problem berat sehingga mengurungkan anaknya masuk madrasah. Bagi mereka yang lebih penting adalah putra-putrinya memperoleh pendidikan agama secara cukup. Mereka meyakini betul, betapa pendidikan agama menjadi sangat penting dari pada lainnya.

Problem Kualitas

Sebagian banyak madrasah, jika dilihat dari hasil Nilai Ujian Nasional masih rendah, apalagi bila dibandingkan dengan sekolah umum pada umumnya. Kecuali beberapa madrasah yang ditangani secara khusus, ternyata juga berhasil unggul dan dapat meraih prestasi lebih tinggi bilamana dibandingkan dengan prestasi sekolah umum. Tetapi madrasah yang berhasil berprestasi seperti ini masih terbatas jumlahnya. Sebut saja misalnya, sebagai conoh Madrasah Terpadu Malang, yaitu Madrasah Ibtidaiyah Negeri, Madrasah Tsanawiyah Negeri dan Madrasah Aliyah Negeri Malang, prestasi akadmiknya setiap tahun selalu unggul dan dapat bersaing dengan lembaga pendidikan pada ummnya.

Membandingkan madrasah dengan sekolah umum, yang hanya dilihat dari hasil Ujian Nasional sesungguhnya tidaklah adil. Kedua jenis lembaga pendidikan ini sesungguhnya menyandang visi dan misi dan kondisi yang agak berbeda. Visi, misi dan kondisi yang berbeda tentu berimplikasi pada beban belajar dan perangkat pendukung yang berbeda pula. Tetapi anehnya, sebagian masyarakat menuntut hasil yang sama hanya dari sebagian prestasi yang dihasilkan, katakanlah hasil UN nya. Padahal keduanya sesungguhnya tidaklah sama. Sekolah umum, pada umumnya berstatus negeri. Dengan statusnya itu lembaga pendidikan pemerintah ini segala sesuatunya tercukupi sekalipun dalam batas-batas`minimal, misalnya guru, perpustakaan, laboratorium dan sarana pendidikan lainnya.
Berbeda dengan sekolah umum, madrasah yang pada umumnya berstatus swasta, yang dengan demikian selalu saja mengalami serba kekurangan, misalnya guru yang mengajar belum tentu memperoleh imbalan kesejahteraan yang cukup, buku-buku belum tentu tersedia dan apalagi sarana dan prasarana lainnya. Demikian pula, beban belajar siswa, jumlahnya jelas lebih banyak. Mata pelajaran agama sebagai ciri khas jumlahnya tidak sedikit, yang hal ini merupakan beban tersendiri bagi para siswa. Siswa madrasah kemudian mengikuti dua jenis ujian, yaitu ujian madrasah (mata pelajaran ciri khas), dan juga mengikuti ujian akhir nasional. Ironisnya yang dilihat tatkala melihat mutu madrasah hanya tertuju pada ujian akhir nasional, dan tidak memperhatikan prestasi lainnya, misalnya keberhasilannya dalam memperoleh prastasi kecerdasan spiritual mapun emosionalnya.
Semestinya, jika dua jenis lembaga pendidikan ini ingin diperbandingkan hasilnya maka seharusnya segala sesuatu yang mendukung dan bahkan muatan isi pendidikannya harus diberlakukan secara sama. Membandingkan hasil pendidikan dari dua jenis lembaga pendidikan yang tidak sama kondisi dan latar belakang kekuatannya akan menghasilkan kesimpulan yang tidak adil dan bahkan menyesatkan. Jika prestasi madrasah hanya dilihat dari hasil UN maka sesungguhnya tidak adil. Agar terjadi keadilan semestinya dilihat juga prestasi lainnya. Misalnya, tidak banyak terdengar anak madrasah, bahkan tidak pernah ada, yang terlibat kenakalan remaja secara serius dalam berbagai bentuknya. Bukankah ini sesungguhnya sebuah prestasi yang perlu diperhatikan secara memadai.

Nasib Lembaga Pendidikan Swasta

Kelahiran lembaga pendidikan swasta tidak selalu didorong oleh alasan karena tidak adanya lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan yang berstatus negeri. Sekalipun ada sekolah negeri, tetapi jika masyarakat memiliki aspirasi berbeda dengan lembaga pendidikan negeri yang sudah ada, maka apapun jadinya madrasah harus dibangun. Sementara masyarakat ada yang beranggapan bahwa lembaga pendidikan umum negeri dipandang belum memberikan pendidikan agama secara cukup. Bagi mereka yang memandang pendidikan agama lebih utama, maka mendorong masyarakat membangun lembaga pendidikan madrasah, sekalipun belum tentu madrasah baru itu tersedia tenaga pengajar maupun sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Akibatnya, pendidikan berjalan seadanya nya.
Pemerintah lewat Departemen Agama sesungguhnya telah memperhatikan soal-soal yang terkait dengan mutu hasil pendidikan, termasuk lembaga pendidikan yang diselenggarakan masyarakat, dengan memberlakukan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat diijinkan. Tetapi pada kenyataannya, segala persyaratan itu dihiraukan dan muncullah lembaga pendidikan dimaksud. Pada umumnya madrasah lahir melalui proses seperti ini, lahir dalam keadaan ang serba kurang berkecukupan jika dilihat dari kekuatan pendukungnya. Bagi pengelola madrasah, yang dianggap penting adalah identitas madrasah itu. Perkara isi pendidikan yang dilangsungkannya kurang memperoleh pertimbangan dan perhatian saksama. Kesadaran simbolik, berupa nama yang disandang ternyata bagi sementara masyarakat pendukung madrasah, masih mengalahkan tolok ukur yang dipatok oleh siapa saja termasuk pemerintah sekalipun.
Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan seperti ini tidak mudah. Masyarakat si empunya madrasah merasa memiliki otonomi seluas-luasnya. Tetapi sesungguhnya, jika pemerintah berketetapan hati meningkatkan kualitas lembaga pendidikan semacam ini, masih tersedia pintu masuk seluas-luasnya, asal intervensi pemerintah iitu tidak dirasakan mengganggu eksistensi dan aspirasi masyarakat pendirinya. Mereka dengan tangan terbuka bersedia menerima bantuan gedung, buku pelajaran dan bahkan tenaga pengajar sekalipun. Persoalannya adalah apakah ada ketulusan dan kesediaan mengikuti aspirasi masyarakat pecinta madrasah ini?

Belenggu Lingkaran Setan Madrasah Swasta

Pada umumnya satu-satunya penyangga financial kehidupan madrasah adalah wali murid sendiri. Sekalipun madrasah berada di bawah yayasan, tidak berarti bahwa semua yayasan tersebut mampu mencukupi seluruh kebutuhan madrasah. Pendanaan yang bersumber dari masyarakat, sesungguhnya tidak lebih dari sumbangan, baik yang dibayar awal masuk atau bulanan. Besarnya dana yang dipungut dari wali murid itu, umumnya juga tidak besar, apalagi madrasah yang berlokasi di daerah masyarakat miskin, amat kecil. Akibatnya, dana yang dapat dikumpulkan oleh madrasah juga kecil.
Kecilnya dana pendukung ini otomatis akan berpengaruh pada kecilnya kemungkinan madrasah memberikan insentif pada guru dan juga penyediaan sarana dan prasarana pendidikan. Padahal, lemahnya kedua factor pendidikan tersebut berakibat pendidikan dan pengajaran akan berjalan seadanya dan akibat selanjutnya kualitas pendidikan tidak akan dapat diharapkan. Kualitas hasil pendidikan yang rendah juga mengakibatkan motivasi dan partisipasi masyarakat juga rendah. Akhirnya, rendahnya motivasi dan partisipasi juga berakibat kecilnya dana madrasah yang dapat dihimpun. Hubungan sebab akibat yang mengitari dan bahkan melilit-lilit kehidupan madrasah inilah yang disebut dengan lingkaran setan madrasah swasta.
Persoalannya, jika negeri ini menginginkan lahirnya lembaga pendidikan yang berkualitas, merata dan demokratis perlu kiranya memotong lingkaran setan yang mengitari madrasah ini. Dari mana lingkaran setan itu dipotong dan diganti dengan lingkaran malaikat, maka jawabnya terserah pada kemauan kita dan juga pemerintah. Dengan menyediakan anggaran yang cukup, sehingga madrasah dapat menghidupi para guru-gurunya, melengkapi sarana dan prasarana pendidikannya, menyediakan buku-buku pelajarannya, tanpa mengganggu kemauan aspirasi mereka, insya Allah persoalan ini dapat terselesaikan.
Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional yang berhasil disahkan beberapa tahun lalu, kiranya memberikan peluang bagi pemerintah memberikan perhatian secukupnya terhadap seluruh lembaga penyelenggara pendidikan, termasuk pendidikan madrasah. Madrasah dengan segala kelemahan dan kekurangannya, pada hakekatnya ia dibangun atas dasar niat tulus dan jernih yaitu mengantarkan putra-putrinya selain agar cerdas dan trampil serta berwawasan luas, juga agar berkesempatan mengenali ajaran agamanya (Islam) secara cukup. Tokh, mungkin ada benarnya, sekalipun hasil pendidkan madrasah dari aspek intelektual tidak terlalu tinggi hasilnya, tetapi toh masih dikompensasi oleh kecerdasan spiritual, sosial dan emosional yang lebih unggul. Allahu a^lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar